What's Up with Friday (hari Jumat)?
Allah SWT melebihkan hari Jum’at dari hari-hari lainnya dalam
sepekan dengan banyak keutamaan. Di antaranya pada hari Jum’at terdapat suatu
waktu yang doa seorang muslim pada waktu tersebut dikabulkan oleh Allah SWT,
selama memenuhi syarat-syarat dan adab-adab berdoa.
Keutamaan terkabulnya doa pada
waktu mustajab tersebut disebutkan dalam beberapa hadits. Di antaranya,
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، أَنَّهُ قَالَ: «إِنَّ فِي الْجُمُعَةِ لَسَاعَةً، لَا يُوَافِقُهَا مُسْلِمٌ، يَسْأَلُ اللهَ فِيهَا خَيْرًا، إِلَّا أَعْطَاهُ إِيَّاهُ»، قَالَ: وَهِيَ سَاعَةٌ خَفِيفَةٌ.
Dari Abu Hurairah Radhiyallahu
‘Anhu dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam bahwasanya beliau bersabda,
“Sesungguhnya pada hari Jum’at terdapat suatu jam (waktu) tertentu, tidaklah
seorang muslim mendapati waktu tersebut dan berdoa kepada Allah memohon
kebaikan, melainkan Allah akan memenuhi permohonannya.” Nabi Shallallahu
‘alaihi wa Sallam lalu bersabda, “Waktu tersebut hanya sebentar.” (HR. Bukhari
no. 6400 dan Muslim no. 852, dengan lafal Muslim)
Di kalangan ulama terdapat
perbedaan pendapat mengenai kapan waktu mustajab tersebut. Sebagian ulama
menyatakan sejak bakda Shubuh. Sebagian lain menyatakan sejak khatib naik
mimbar sampai waktu dilaksanakan shalat Jum’at. Sebagian lain menyatakan waktu
khatib duduk sebentar di antara dua khutbah. Dan sejumlah pendapat lainnya.
Pendapat yang paling kuat
menyatakan waktu tersebut adalah satu jam terakhir di sore hari, yaitu satu jam
sebelum matahari terbenam pertanda waktu shalat maghrib telah masuk. Hal ini
berdasarkan sejumlah hadits shahih berikut,
عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ سَلَامٍ، قَالَ: قُلْتُ وَرَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ جَالِسٌ: إِنَّا لَنَجِدُ فِي كِتَابِ اللَّهِ: «فِي يَوْمِ الْجُمُعَةِ سَاعَةً لَا يُوَافِقُهَا عَبْدٌ مُؤْمِنٌ يُصَلِّي يَسْأَلُ اللَّهَ فِيهَا شَيْئًا إِلَّا قَضَى لَهُ حَاجَتَهُ» . قَالَ عَبْدُ اللَّهِ: فَأَشَارَ إِلَيَّ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «أَوْ بَعْضُ سَاعَةٍ» ، فَقُلْتُ: صَدَقْتَ، أَوْ بَعْضُ سَاعَةٍ. قُلْتُ: أَيُّ سَاعَةٍ هِيَ؟ قَالَ: «هِيَ آخِرُ سَاعَاتِ النَّهَارِ» . قُلْتُ: إِنَّهَا لَيْسَتْ سَاعَةَ صَلَاةٍ، قَالَ: «بَلَى. إِنَّ الْعَبْدَ الْمُؤْمِنَ إِذَا صَلَّى ثُمَّ جَلَسَ، لَا يَحْبِسُهُ إِلَّا الصَّلَاةُ، فَهُوَ فِي الصَّلَاةِ»
Dari Abdullah bin Salam
Radhiyallahu ‘Anhu berkata, “Saat itu Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam
sedang duduk, maka saya mengatakan, “Sesungguhnya kami (kaum Yahudi, sebelum ia
masuk Islam, pent) mendapati dalam kitab Allah (Taurat, pent) bahwa pada hari
Jum’at terdapat suatu jam (waktu) tertentu, tidaklah seorang mukmin mendapati
waktu tersebut saat ia melaksanakan shalat dan berdoa kepada Allah memohon
suatu keperluan, melainkan Allah akan memenuhi keperluannya.”
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa
Sallam memberi isyarat kepadaku (Abdullah bin Salam) lalu bersabda, “Atau
sebagian waktu (tidak satu jam penuh, pent).” Aku (Abdullah bin Salam) berkata:
“Anda benar, memang sebagian waktu saja.” Abdullah bin Sallam lalu bertanya,
“Waktu apakah ia?” Beliau Shallallahu ‘alaihi wa Sallam menjawab, “Waktu (satu
jam) terakhir dari waktu siang hari.” Abdullah bin Sallam berkata: “Tetapi
waktu tersebut bukan waktu untuk shalat.”
Beliau Shallallahu ‘alaihi wa
Sallam menjawab, “Ia adalah waktu shalat. Sebab, jika seorang mukmin menunaikan
shalat (Ashar) kemudian duduk di tempatnya menunggu shalat berikutnya
(Maghrib), maka sesungguhnya selama itu tengah mengerjakan shalat.” HR. Ibnu
Majah no. 1139, Al-hafizh Al-Bushiri berkata: Sanadnya shahih dan para
perawinya tsiqah)
عَنْ جَابِرِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ، عَنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّهُ قَالَ: «يَوْمُ الْجُمُعَةِ ثِنْتَا عَشْرَةَ – يُرِيدُ – سَاعَةً، لَا يُوجَدُ مُسْلِمٌ يَسْأَلُ اللَّهَ عَزَّ وَجَلَّ شَيْئًا، إِلَّا أَتَاهُ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ، فَالْتَمِسُوهَا آخِرَ سَاعَةٍ بَعْدَ الْعَصْرِ»
Dari Jabir bin Abdullah dari
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam bahwasanya beliau bersabda, “Hari
Jum’at terdiri dari dua belas jam. Tidak ada seorang muslim pun yang memohon
sesuatu kepada Allah (pada suatu jam tertentu), melainkan Allah akan
mengabulkannya. Maka carilah jam terkabulnya doa tersebut pada satu jam terakhir
setelah shalat Ashar!” (HR. Abu Daud no. 1048 dan An-Nasai no. 1389, sanadnya
baik, dinyatakan shahih oleh Al-Hakim, Adz-Dzahabi, An-Nawawi, dan Al-Albani,
dan dinyatakan hasan oleh Ibnu Hajar al-Aasqalani)
عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: التَمِسُوا السَّاعَةَ الَّتِي تُرْجَى فِي يَوْمِ الجُمُعَةِ بَعْدَ العَصْرِ إِلَى غَيْبُوبَةِ الشَّمْسِ.
Dari Anas bin Malik Radhiyallahu
‘anhu dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam bersabda, “Carilah satu jam yang
diharapkan pada hari Jum’at pada waktu setelah shalat Ashar sampai waktu
terbenamnya matahari!” (HR. Tirmidzi no. 489, di dalamnya terdapat seorang
perawi yang lemah bernama Muhammad bin Abi Humaid az-Zuraqi. Namun hadits ini
diriwayatkan dari jalur lain oleh Ath-Thabarani dalam Al-Mu’jam al-Awsath dan
dikuatkan oleh hadits Jabir bin Abdullah dan Abdullah bin Salam di atas)
Imam Sa’id bin Manshur
meriwayatkan sebuah riwayat sampai kepada Abu Salamah bin Abdurrahman bahwa
sekelompok sahabat Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam berkumpul dan saling
berdiskusi tentang satu jam terkabulnya doa pada hari Jum’at. Mereka kemudian
bubar dan tiada seorang pun di antara mereka yang berbeda pendapat bahwa satu
jam tersebut adalah satu jam terakhir pada hari Jum’at.
Al-Hafizh Ibnu Hajar Al-Asqalani
dalam Fathul Bari Syarh Shahih Bukhari menyatakan riwayat imam Sa’id bin
Manshur ini shahih. Beliau lalu berkata, “Pendapat ini juga dianggap paling
kuat oleh banyak ulama seperti imam Ahmad bin Hambal dan Ishaq bin Rahawaih,
dan dari kalangan madzhab Maliki adalah imam ath-Tharthusyi. Imam Al-‘Allai
menceritakan bahwa gurunya, imam Ibnu Zamlikani yang merupakan pemimpin ulama
madzhab Syafi’i pada zamannya memilih pendapat ini dan menyatakannya sebagai
pendapat tegas imam Syafi’i.”
Wallahu a’lam bish-shawab.
No comments :
Post a Comment